EPISTEMOLOGI: Cara mendapatkan Pengetahuan Yang Benar
I.
Pendahuluan:
Manusia makhluk yang begitu kompleks, demikian kompleksnya hingga sumber
pengetahuan yang dimilikinya juga beragam. Sumber-sumber pengetahuan ini pula
yang memberikan potensi melebihi malaikat atau lebih hina dari pada hewan.
Telah banyak terjadi perubahan yang terjadi sejak keberadaan manusia
pertama hingga saat ini, dan ilmu pengetahuan adalah yang dirasa memiliki andil
terbesar bagi perubahan tersebut. Betapa tidak, dari mulai alat berburu sederhana
hingga modern seperti yang dapat kita lihat saat ini. Jika dahulu kala kita
memerlukan kaki dan waktu berhari-hari untuk pergi ke suatu kota, sekarang
cukup dengan hitungan menit dan menggunakan besi terbang tersebut sebagai
pesawat untuk mencapainya.Demikian besar sumbangan ilmu pengetahuan bagi
kemajuan yang telah diperoleh oleh manusia saat ini.
Ada satu kisah yang mencerminkan fenomena perbedaan pengetahuan ini yang
dapat kita analogikan dengan perbedaan asumsi tersebut.
Suatu ketika ada empat orang yang berjalan di dalam
hutan gelap gulita hingga pada akhirnya mereka berempat menabrak suatu benda
yang menahan mereka, dan kita ketahui benda itu adalah gajah. Orang pertama
memperoleh salah satu kaki gajah yang besar, ia meyakini gajah sebagai hewan
yang berbentuk tabung besar menjulang dari atas ke bawah. Orang kedua
memperoleh ekornya dan meyakini gajah sebagai hewan kecil panjang dan berbulu
pada ujungnya. Orang ketiga memperoleh belalai sang gajah, dan ia menggambarkan
gajah sebagai hewan panjang sebesar lengan manusia dan berlubang dua pada
ujungnya. Orang keempat memperoleh bagian telinga hingga ia menggambarkan gajah
sebagai hewan yang lebar tipis seperti nampan bergerak-gerak. Kita tidak dapat
menyalahkan mereka semua, karena pendapat mereka benar. Tetapi mereka tidak
menggambarkan gajah sebagai suatu hewan, melainkan hanya sebagian anggota tubuh
gajah.
Kita tidak menginginkan pemahaman yang setengah-setengah seperti yang
terjadi dengan keempat orang tersebut, oleh karena itu kita memerlukan
epistemologi untuk membedakan pemahaman yang berbeda dari satu atau banyak fakta.
Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya
proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan keburukan
bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang
benar dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air
mendidih? Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan
pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya
yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan
tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi. Dengan demikian, definisi epistemologi
adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan,
dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu,
makrifat, dan pengetahuan manusia.
II.
Jarum Sejarah Pengetahuan
Pada awal perkembangan sebuah
ilmu pengetahuan tidak nampak jelas pembedanya. Sekilas semua sama. Pada
masyarakat dahulu pembeda antara wujud objek yang satu dengan objek yang lain
belum nampak. Misalnya, dalam sebuah pekerjaan atau profesi, makanan, bahkan
obat, semua menyatu dalam satu kesatuan yang tidak mempunyai batasan secara
jelas. Hal dapat dilihat dari kehidupan tempo dulu, seseorang yang mempunyai
profesi sebagai seorang guru, dia akan dianggap sebagai seorang yang ahli
disegala bidang. Seorang guru pada masa lampau akan selalu diikut sertakan
dalam segala kegiatan dibidang ekonomi, pendidikan, keagamaan. Hal ini
diakibatkan oleh tidak adanya faktor pembeda yang jelas dari masing-masing
objek. Dapat diambil kesimpulan bahwa kriteria kesamaan menjadi konsep dasar
pada masa lalu atau kurun waktu lampau.
Pada masa selanjutnya pada
abad penalaran menjadikan perbedaan sebagai konsep dasar. Hal ini diawali
dengan adanya pembedaan yang jelas antara objek yang satu dengan yang lain.
Sejak masa inilah mulai jelas perbedaan antara berbagai ilmu pengetahuan
ditandai dengan adanya bentuk spesialisasi dalam sebuah pekerjaan. Dari uraian
di atas maka timbulah sebuah pemikiran bagaimana cara mendapatkan pengetahuan.
Jujun Sumantri (2007:102)
menjelaskan bahwa salah satu cabang itu yang berkembang menurut jalannya
sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya
terutama dalam segi metodenya. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda
dengan ngelmu yang merupakan
paradigma dari abad pertengahan, demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa
yang ditelaahnya serta untuk apa ilmu itu dipergunakan.
Secara metafisik ilmu mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek
yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Dari cabang
ilmu yang satu sekarang ini diperkirakan berkembnag lebih dari 650 ranting
disiplin keilmuan. Perbedaan yang makin terperinci ini menimbulkan keahlian
yang makin spesifik pula.
III. Ilmu Pengetahuan dan Epistemologi
Menurut Suriasumanturi, pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa
yang kita ketahui tentang suatu object tertentu, termasuk didalamnya adalah
ilmu. Pengetahuan juga merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung
atau tidak turut memperkaya kehidupan kita (2007:104). Sedemikian besarnya pengaruh pengetahuan bagi
manusia, sehingga dirasa
patut bagi kita untuk mengkajinya lebih dalam. Terkait dengan keberadaan ilmu pengetahuan sendiri ada berbagai pandangan yang mengungkapkan asal mula pengetahuan.
patut bagi kita untuk mengkajinya lebih dalam. Terkait dengan keberadaan ilmu pengetahuan sendiri ada berbagai pandangan yang mengungkapkan asal mula pengetahuan.
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan yang merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah) (http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786495-epistemologi-ilmu/)
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Epistemologi dijelaskan, Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat
dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca
indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan
yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan
adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan
sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan (Agus Editoni, http://id.cosmotopic.net/444286522-epistemologi-sejarah-ruang-lingkup-dan-pengertian)
Setiap jenis
pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; ontologi
ilmu terkait dengan epistemologi
ilmu, epistemologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya (Suriasumanturi, 2007:105)
Ontologi berbicara tentang benda atau objeknya, Objek
ontologis itu sendiri ada dua, yang pertama disebut sebagai objek materi
phisik dan yang kedua disebut sebagai objek materi
non phisik.
Epistemologi berbicara tentang subjeknya, yaitu
berbicara tentang si orang yang menilai atau yang
mempelajari atau yang mengamati si objek ontologi melalui indra,
akal dan hati.
Jadi bisa dikatakan dengan ringkas bahwa pengetahuan
itu melekat didiri sipengamat atau subjek sehingga jika si subjek berbeda tafsir
terhadap objek yang sama maka yang perlu diperiksa adalah seberapa jauh pengetahuan
si subjek terhadap objek tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang
pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu
bahkan kabur. Jika diamati
secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama
dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda,
tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah
yang mengantarkan tercapainya tujuan. Dengan kata lain, tujuan baru dapat
diperoleh, jika telah melalui objek lebih dulu.
Manusia misalnya, sejak lama ia menjadi objek
penelitian dan pengamatan yang memiliki tujuan bermacam-macam, baik untuk
membangun psikologi, sosiologi, pedagogi, ekonomi, antropologi, bilogi, ilmu
hukum dan sebagainya. Objek epistemologi menurut
Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita
untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan
inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran
menjadi tidak terarah sama sekali. Jika
diperhatikan, batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan
epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal
mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
IV.
Metode
Ilmiah
Metode ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu
pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak
semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah (suparman dalam http://www.blogger.com/profile/). Dengan demikian, metode ilmiah
merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki
fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder,
dimulai ketika manusia mengamati sesuatu (Suriasumanturi,
2007:121). Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi
sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya
tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui
dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir,
sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut memiliki makna
strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut menumbuhkan kesadaran
seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar memperoleh pengetahuan,
tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh pengetahuan, sebab keadaan
memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh
pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua
lebih berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan
dapat mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali
tidak mengetahui prosesnya. Proses menjadi tahu atau “proses pengetahuan”
inilah yang menjadi pembuka terhadap pengetahuan, pemahaman dan
pengembangan-pengembangannya.
Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu
melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan
sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur
dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu
pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang
sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah
adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara
berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara
penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara empiris ilmu memisahkan
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai
penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji apakah sesuai dengan
kenyataan empiris atau tidak.
Jujun
S.Suriasumatri (2007:128) menjelaskan langkah-langkah berpikir ilmiah yang berintikan
proses logico-hypothetico-verivikasi
adalah sebagai berikut:
(1)
Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris
yang jelas batas-batasnya dan dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya.
(2)
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yangmenjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan.
(3)
Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan.
(4)
Pengujian hipotesis merupakan pengumkulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta
yang medukung hipotesis tersebut atau tidak.
(5)
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang diajukn tersebut diterima atau ditolak.
Keseluruhan langkah-langkah tersebut harus
ditempuh agar suatu penelahaan dapat disebut ilmiah. Hubungan antara langkah
yang satu dengan lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis
dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak hanya mengandalkan penalaran
melainkan juga imajinasi dan kreativitas.
V. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
Penelitian
pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan
masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah (Emzir, 2008:3). Metode
ilmiah merupakan suatu proses yang sangat beraturan yang memerlukan sejumlah
langkah yang berurutan: pengenalan dan pendefinisian masalah, perumusan
hipotesis, pengumpulan data, analisis data, dan Pernyataan kesimpulan mengenai
diterima atau ditolaknya hipotesis.
Setiap kegiatan penelitian
sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa
yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat
benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian. Secara umum
pendekatan penelitian atau sering juga disebut paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif.
Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang
sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena
serta hubungan-hubungannya.
Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis
yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran
adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini
memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan
empiris
dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif
Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu
sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi dan jurnalisme. Pendekatan ini juga digunakan sebagai cara untuk
meneliti berbagai aspek dari pendidikan. Istilah penelitian kuantitatif sering dipergunakan
dalam ilmu-ilmu sosial untuk membedakannya dengan penelitian kualitatif.
Penelitian
kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu
fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antarvariabel,
dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau
mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu
social. Pendekatan ini juga digunakan sebagai cara untuk meneliti beraspek dari
pendidikan. Istilah penelitai kuantitatif sering digunakandalam ilmu-ilmu
sosialuntuk membedakannya dengan penelitian kuantitatif.
Metode yang sering digunakan adalah experimental, deskripsi, survei, dan
menemukan korelasional. Penelitian kuantitatif menyajikan proposal yang
bersifat lengkap, rinci, prosedur yang spesifik, literatur yang lengkap dan
hipotesis yang dirumuskan dengan jelas.
Secara singkat metodologi penelitian kuantatif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
·
Sasaran
penelitian, menunjukan unit analisis atau responden yang dipakai dalam
pelaksanaan penelitian.
·
Lokasi
penelitian, menunjukan tempat penelitian itu dilaksanakan.
·
Metode
penelitian, menjelaskan metode yang akan digunakan dalam penelitian
bersangkutan.
·
Variabel
yang akan diteliti, memuat uraian mengenai macam dan jumlah variabel yang
akan digunakan dalam penelitian tersebut.
·
Teknik
pengambilan sampel, memuat cara atau metode pengambilan sampel.
·
Metode
pengumpulan data, menjelaskan bagaimana cara/metode data dalam penelitian
tersebut dikumpulkan.
·
Sumber
data, menjelaskan dari mana data penelitian tersebut diperoleh dan jenis
data apa yang digunakan.
Dalam penelitian kuantitatif, data berupa kuantum (bilangan),
yakni menunjuk intensitas dan atau ekstensitas dari gejala yang diamati. Karena
data lebih banyak merupakan bilangan, maka peneliti sering kali berfikir
tentang satuan-satuan untuk menunjuk intensitas dan ekstensitas tadi : usia
berapa tahun, datang rapat berapa kali, menyumbang berapa rupiah untuk
organisasi dan atau mengongkosi kegiatan-kegiatan yang memiliki keterkaitan
dengan politik dsb.
Analisis data dalam pada itu adalah membaca kecenderungan
angka-angka atau tepatnya data-data yang ada. Dalam hubungan ini sangat mungkin
peneliti membutuhkan teknik analisis
statistik, terutama untuk mengetahui ada atau tidaknya keterkaitan suatu
variabel dengan variabel lainnya tadi ( ada korelasinya tidak, ada perbedaannya
atau tidak, apakah variabel menjadi penyebab munculnya variabel y atau tidak,
dsb ).
Hasil analisis inilah sebenarnya temuan-temuan penelitian,
yakni setalah peneliti menafsirkannya dengan cara menunjukkan
konsekuensi-konsekuensi dari hasil analisis. Termasuk disini adalah : jawaban
apa atas masalah penelitian, hipotesa diterima atau ditolak dalam tingkat
signifikasi tertentu, teori-teori mana yang mendapat penguatan dan teori-teori
mana yang ditambah.
Masalah penelitian harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya: baru,
bermanfaat, menarik dan menantang secara intelektual, sesuai dengan keahlian
peneliti, tersedia data dan metode, tersedia alat khusus bila diperlukan,
penyandang dana dan kerjasama administratif, tersedia biaya waktu yang cukup,
dan tidak membahayakan baik bagi peneliti ataupun orang lain.
Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Jika penelitian
kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada
penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; maka dalam penelitian
kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai
bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”
Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei
kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi,
terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus.
Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka
berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara
mendalam. Pada penelitian kualitatif, proposalnya lebih singkat dan tidak
banyak kajian literatur, pendekatan dijabarkan secara umum, dan biasanya tidak
menyajikan rumusan hipotesis.
Emzir dalam bukunya Metodologi
Penelitian Kualitatif Analisis Data (2010:2-5) menjelaskan karakteristik
penelitian kualitatif yang dirumuskan oleh Bogdan dan Biklen, sebagai berikut:
1.
Naturalistik. Penelitian
kualitatif memiliki latar aktual sebagai sumber langsung data dan penelitian
merupakan instrumen kunci.
2.
Data Deskriptif. Penelitian
kualitatif adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk
kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Data tersebut berupa transkrip
wawancara, catatan lapangan, fotografi, dokumen pribadi, dan sebagainya.
3.
Berurusan dengan
Proses. Peneliti kualitatif lebih berkonsentrasi pada proses daripada dengan hasil
atau produk.
4.
Induktif. Peneliti
kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif. Tidak dilakukan
mencarian di luar data atau bukti untuk menolak atau menerima hipotesis yang
diajukan sebelum pelaksanaan penelitian.
5.
Makna. Makna adalah
kepedulian yang esensial pada pendekatan kualitatif. Peneliti tertarik pada
bagaimana orang membuat pengertian tentang kehidupan mereka.
Metodologi penelitian kualitatif secara garis besar mengunakan model penelitian kualitatif meliputi :
·
Etnografi,
memusatkan pada kajian latar (setting) penelitian tunggal, yaitu budaya atau
konteks yang asing atau bukan konteks penelitinya. Dalam perkembangannya muncul Etnometodologi,
yaitu etnografi yang diarahkan pada studi mengenal masyarakat yang juga
bagian dari masyarakat modern seperti yang dimiliki penelitinya.
·
Mikroetnografi,
merupakan pendekatan etnografi tetapi sasarannya sangat terbatas, misalnya pada
konteks yang sangat kecil atau khusus.
·
Studi
kasus, membatasi studi pada kekhususan konteks dengan karakteristik dan
keterbatasannya (wilayah). Model ini terbagi dalam dua model utama
dengan dua variasi. Dikenal model studi kasus
tunggal (bilamana kasusnya hanya satu) dan kasus ganda (bila kasusnya lebih dari satu).
·
Bentuk
pendekatan kritik, yaitu studi yang mengungkap makna sesuatu (karya, peristiwa, atau kondisi
sesuatu), dengan menggunakan pendekatan yang menggunakan struktur kritik seni.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, misalnya observasi
partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini diminta bukti nyata dari lapangan
disajikan (rekaman audio atau video memiliki kebenaran tinggi, sedangkan catatan lapangan
memiliki kebenaran kurang). Dimensi struktur
menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman
data, dan prosedur perekaman.
Pada
bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara
sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain
agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan,
pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola,
pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam
penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan
data, dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis,
analisis komponensial, dan analisis tema.
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya
seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun secara esensial
keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat
berbeda. Penelitian kuantitatif
merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme, dimana ada tiga tahapan/tingkatan cara
berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu: tingkatan Teologi,
tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif. Sementara
itu penelitian kualitatif merupakan
pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis) dimana obyek-obyek harus diberikan
kesempatan untuk berbicara melalui
deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala. Kesadaran bukan bagian dari kenyataan
melainkan asal kenyataan (Uhar Suharsaputra, http://blog.unila.ac.id/young/metode-penelitian-kualitatif).
Adapun secara
singkat perbedaan kedua penelitian tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Perbedaan Metode Kuantitatif
dengan Kualitatif
|
No
|
Metode Kuantitatif
|
Metode Kualitatif
|
|
1
|
Menggunakan hiopotesis yang ditentukan sejak awal penelitian
|
Hipotesis dikembangkan sejalan dengan
penelitian/saat penelitian
|
|
2
|
Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal
|
Definisi sesuai konteks atau saat
penelitian berlangsung
|
|
3
|
Reduksi data menjadi angka-angka
|
Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau
pernyataan
|
|
4
|
Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang
diperoleh melalui instrumen penelitian
|
Lebih suka menganggap cukup dengan
reliabilitas penyimpulan
|
|
5
|
Penilaian validitas menggunakan berbagai
prosedur dengan mengandalkan hitungan statistik
|
Penilaian validitas melalui pengecekan
silang atas sumber informasi
|
|
6
|
Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas
(terinci)
|
Menggunakan deskripsi prosedur secara
naratif
|
|
7
|
Sampling random
|
Sampling purposive
|
|
8
|
Desain/kontrol statistik atas variabel
eksternal
|
Menggunakan analisis logis dalam mengontrol variabel ekstern
|
|
9
|
Menggunakan desain khusus untuk mengontrol
bias prosedur
|
Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
|
|
10
|
Menyimpulkan hasil menggunakan statistik
|
Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
|
|
11
|
Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian
untuk dianalisis
|
Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam
perspektif keseluruhan
|
|
12
|
Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi
dalam mempelajari gejala yang kompleks
|
Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi
secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya
|
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel
& Norman E. Wallen. 1993 : 380)
VI. Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan
yang diproses menurut metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi
syarat-syarat keilmuan, dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah
atau ilmu (Suriasumantri, 2007:141). Dapat pula dijelaskan bahwa ilmu adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu mempunyai sifat tidak absolut.
Sehingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan diperbaiki (Stefano, http://classassignment.wordpress.
com/2009/04/12/ struktur-pengetahuan-ilmiah).
Penjelasan
keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan
ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan itu
menjadi kenyataan atau tidak.
Secara
garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan yakni deduktif, probabilistik,
fungsional atau teleologis dan genetik.
·
Penjelasan deduktif
mempergunakan cara berpikir deduktif dalam menjelaskan segala sesuatu
dengan menarik kesimpulan secara logis premis-premis yang telah ditetapkan
sebelumnya.
·
Penjelasan probabilistik
merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif dari sejumlah kasus
sehingga tidak dapat memberikan kepastian, melainkan penjelasan yang bersifat
peluang seperti “kemungkinan”, “kemungkinan besar” atau “hampir dapat
dipastikan”.
·
Penjelasan funsional
atau telelogis merupakan
penjelasan yang meletakkan sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara
keseluruhan yang mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu.
·
Penjelasan genetik
mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala
yang muncul kemudian.
Struktur Pengetahuan
Ilmiah:
1.
Hipotesa : Hipotesa merupakan suatu perkiraan awal yang
belum diuji. Biasanya hipotesa diambil berdasarkan teori-teori umum yang
mendukung.
2.
Teori : Suatu penjelasan yang menjelaskan tentang
sesuatu, akan tetapi teori masih dapat disanggah atau disangkal.
3.
Hukum : Teori yang sudah tidak dapat disanggah atau
disangkal lagi. Akan tetapi, apabila terdapat suatu teori yang lebih umum daripada
hukum tersebut, maka hukum tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori
yang baru tersebut.
4.
Aksioma/postulat : Suatu pernyataan yang
sudah tidak perlu dibuktikan lagi. (dianggap sudah benar).
5.
Prinsip : Sesuatu yang mendasari sesuatu yang lain.
6.
Asumsi : Sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu
didampingi dengan fakta empiris.
VII.
Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas dapat di tarik kesimpulan :
1.
Ontologis; cabang ini menguak tentang objek apa
yang di telaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut ? bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (sepert berpikir, merasa
dan mengindera) yang membuakan pengetahuan?.
2.
Epistemologi berusaha menjawab bagaimna proses yang
memungkinkan di timbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?
Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya?
Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu?.
3.
Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?
4.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan
yang didapatkan lewat metode ilmiah.
Proses untuk memperoleh pengetahuan menjadi sasaran teori pengetahuan
dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa
terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah
sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
A. Kamil. Epistemologi; Pengantar
Memasuki Ranah Ontologi, http://telagahikmah.org.id
http://www.parapemikir.com/indo/wp-content/uploads/2010/01/epistemologi1
Suriasumanturi, JujunS. Ilsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta: 2007
Komentar
Posting Komentar