KOMPONEN LINGUISTIK DALAM ANALISIS KONTRASTIF
Para pakar Anakon memiliki
tujuan untuk menjelaskan aspek-aspek pembelajaran bahasa tertentu. Sarana yang
mereka gunakan adalah laporan deskriptif yang akan dipelajari, dan berbagai
teknik untuk memperbandingkan deskripsi tersebut. Dengan perkataan lain, tujuan
tersebut termasuk bidang psikologi, sedangkan sarananya diturunkan dari ilmu
pengetahuan linguistik.
Justru karena berada pada
garis perbatasan “maksud” dan “tujuan”
melalui alokasi pada dua bidang ilmu pengetahuan yang berbeda maka,
anakon tidak diterima atau dibatalkan sebagai disiplin ilmu yang disebut
“psikolinguistik”. Dengan demikian maka perlu dipahami benar-benar bahwa
“anakon adalah bentuk linguistik, bukan bentuk psikolinguistik”.
Secara singkat dapat
dikatakan bahwa linguistik adalah telaah bahasa sebagai suatu sistem komunikasi
insani, walaupun telaah fenomena telah diadakan selama berabad-abad, tetapi
baru akhir-akhir ini sajalah linguistik diterima sebagai suatu disiplin ilmu
pengetahuan yang berdikari atau mandiri. Kini linguistik meliputi suatu bidang
yang cukup luas dengan berbagai pendekatan dan beraneka bidang penelitian,
yaitu mikro dan makro linguistik, sekitar abad ke 20 linguistik telah terlihat
tujuanya tanpa membuat berbagai acuan dalam penggunanya. Atau bagaimana sebuah
pesan itu disampaikan menggunakan kode tertentu yang telah dimodifikasi dalam
konteks yang mereka ujarkan. Linguistik moderen mengadaptasi dari pendekatan
linguistik. Maka dari itu analisis kontrastiv juga mengadaptasi pendekatan ini.
Misalnya sistem bunyi (fonetik, fonologi),
struktur kalimat (sintaksis), sistem makna (semantik, pragmatik, fungsi
bahasa). Bahkan akhir-akhir ini, cabang baru linguistik telah berkembang
bergabung dengan disiplin ilmu lainya, seperti antropolinguistik,
psikolinguistik, sosiolinguistik” (richards [et al] 1987: 166). Dan
psikolinguistik adalah telaah mengenai (a) proses-proses mental yang digunakan
oleh seseorang untuk menghasilkan dan memahami bahasa, dan (b) cara insan
manusia mempelajari bahasa.
Memang kita mengenal
berbagai jenis dan bentuk linguistik. Untuk kepentingan pembicaraan kita di
sini, maka ada baiknya kita bicarakan perbedaan yang terdapat antara
“mikrolinguistik” dan “makrolinguistik”. Ada pakar yang berpendapat (Firth
1951) bahwa linguistik abad ke 20 bertujuan membuat deskripsi mengenai kode
linguistik tanpa membuat referensi terhadap penggunaan kode atau bagaimana
pesan yang dibawakan dimodifikasi oleh konteks-konteks tempat pesan-pesan itu
terjadi. Linguistik modern
telah menggunakan pendekatan mikrolinguistik, dan oleh karena itu, anakon pun
menggunakan pendekatan mikrolinguistik pula. Kini ada perhatian besar tehadap
determinasi kontekstual mengenai pesan-pesan dan justru interpretasinyalah yang
merupakan kajian “makrolinguistik”. Kenyataan ini membuktikan akan adanya
perhatian besar yang diarahkan pada bidang-bidang semantik, sosiolinguistik,
dan analisis wacana, teori tindak tutur, serta emometodologi. Anakon
memperkenalkan kepada linguistik suatu kerangka kerja pengorganisasian dua buah
deskripsi bahasa. Kerangka kerja tersebut mencakup tiga hal, yaitu: (1) Anakon menggunakan siasat linguistik
dalam membagi konsep bahasa menjadi tiga bidang: fonologi, gramatika, leksikon; (2) Penggunakannya berdasarkan
kategori-kategori linguistik deskriptif: unit, struktur, kelas dan sistem; dan (3) Anakon menggunakan deskripsi yang ada di
dalam model yang sama.
3.1 Tataran Bahasa
Mari kita andaikan ada
seorang saja yang menggunakan satu bahasa tertentu dan ia sudah berumur lanjut.
Kita menemuinya di tengah hutan terpencil. Maka jelas, sebagai seorang linguis,
kita mempunyai kewajiban moral untuk melindungi serta melestarikan, bahasa yang
dipakainya dengan jalan deskripsi total atau keseluruhan terhadap bahasa
tersebut. Memang tidak ada orang yang dapat membuat deskripsi total tentang
bahasa tersebut, tetapi satu hal yang nyata ialah bahwa kian banyak yang dapat
dikerjakan kian banyak dan lengkap pula deskripsi bahasa itu. Deskripsi yang
dilakukan haruslah mencakup 4 tingkat, yaitu:
i.
Fonologi :
sistem bunyi bahasa
ii.
Leksikon :
komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata
dalam bahasa
iii.
Morfologi :
aspek pembentukan kata dalam bahasa
iv.
Sintaksis :
pengaturan kata-kata menjadi klausa dan kalimat dalam bahasa.
Perlu didasari benar-benar
bahwa masih ada dua hal lain yang harus dilaksanakan berkenaan dengan
pengamatan terhadap tingkat-tingkat bahasa yang dideskripsikan itu.
Pertama-tama ada “orientasi prosedural” tradisional yang mengutarakan bahwa
dalam pembuatan deskripsi total suatu bahasa, fonologi dideskripsikan
mendahului morfologi, morfologi dideskripsikan mendahului sintaksis. Arah
deskripsi ini jelas dikendalikan oleh dua hal, yakni persepsi linguis mengenai
fisibilitas, dan suatu keyakinan bahwa fonologi bahasa mendapat prioritas utama
dalam pendeskripsian. Ide fisibilitas diturunkan dari fakta bahwa sistem bunyi
(fonologi) bahasa lebih terbatas dan lebih merupakan suatu sistem tertutup bila
dibandingkan dengan sistem leksikon atau sistem tata bahasa. Karenanya, sistem
bunyi lebih sesuai dideskripsikan terlebih dahulu secara lengkap dan
terperinci. Kedua, tidak ada seorangpun yang mengetahui dengan pasti berapa
banyak pola sintaksis atau berapa banyak leksikon yang ada di dalam suatu
bahasa tertentu. Fonologi memang lebih
“mendasar” namun tidak mudah dibenarkan dan diterima begitu saja, karena
penggarisanya agak kabur. Memang benar bahwa setiap ucapan dalam suatu bahasa
harus menggunakan bagian-bagian fonologi yang sesuai kalau ujaran itu harus
dipahami. Sebuah fonem tertentu lebih besar kemungkinan terjadinya dalam ujaran
itu harus dipahami. Sebuah fonem tertentu lebih besar kemungkinan terjadinya dalam ujaran dari pada sebuah fonem
tertentu, tetapi pernyataan seperti ini belum merupakan suatu petunjuk mengenai
betapa “mendasarnya” konsep fonem tersebut. Fonologi yang harus pertama-tama
dideskripsikan oleh para pakar linguistik struktural atau linguistik deskriptif
dan ternyata sering sekali mereka menolak jenis atau tingkatan deskripsi
lainya.
3.1.1 Paduan Tataran
Reaksi kedua yang berasal
dari pengamatan terhadap tataran bahasa adalah keputusan bahwa deskripsi
tataran bahasa itu tidak boleh dicampur (dipadukan). Dengan kata lain, linguistik struktural
mengajarkan bahwa deskripsi tingkat fonologi, misalnya, tidak boleh dilakukan
dengan mengacu kepada tataran bahasa lainnya.
Menggunakan faktor-faktor tata bahasa untuk mempermudah serta
memperlancar deskripsi fonologi bahasa tertentu, atau sebaliknya, dianggap
tidak sah, dan melanggar peraturan. Tetapi, kini memadukan tataran bahasa diizinkan, dan terkadang dianggap perlu untuk
menjelaskan suatu bahasa. Sebagai contoh, Hetzron (1972), dalam tulisannya yang
berjudul “Phonology in Syntax”,
memperlihatkan bahwa faktor-faktor fonologis diperlukan untuk menjelaskan
mengapa kalimat-kalimat dalam bahasa Rusia di bawah ini, i) and iii) adalah
kalimat yang gramatikal, sedangkan kalimat ii) tidak.
a.
Mat
rodila doc
b.
Doc rodila
mat
c.
Etu
doc rodila mat
Hetzron (1972 : 253)
mengatakan bahwa “objek pada awal kalimat diperbolehkan
apabila penanda “akusatif” tidak sama dengan “nominatif”…. Perubahan Subjek –
Predikat – Objek (SPO) menjadi Objek – Predikat – Subjek (OPS) terhalang
apabila persamaan itu muncul.
Anakon juga mengamati
prinsip tataran bahasa. Setiap anakon
menempuh dua tahap, yaitu :
1) Tahap
deskripsi, ketika masing-masing dari kedua bahasa tersebut (BS1
dan B2) dideskripsikan pada tataran yang sesuai
2) Tahap
penyejajaran untuk perbandingan
Dalam tahap pertama,
pengamatan tataran bahasa dapat diikutsrtakan, tetapi akan lebih diperlukan
pada tahap perbandingan untuk membuat persilangan pada tataran bahasa. Penyilangan tataran bahasa dalam tahap
perbandingan merupakan ukuran yang berguna untuk mengetahui taraf kontras atau
keterkaitan interlingual antara B1 dan B2.
Di bawah ini adalah contoh-contoh perubahan tingkat interlingual.
1)
He
wanted to escape; Il
voulait s’echapper
He
tried to escape; Il
a voulu s’echapper
2)
We
knew where it was; Sabiamos
donde estaba
We
found out where it was; Supimos
donde estaba
Pada kalimat 1) dan 2)
dicontohkan perbedaan leksikal dalam bahasa Inggris yang dinyatakan melalui
kontras morfologis dalam bahasa Perancis dan bahasa Spanyol.
3)
I
don’t lend my books to ; Je
n prete pas mes livres a
anyone n’importe qui
I
don’t lend my books to ; Je
ne prete mes livres a
anyone personne
Pada kalimat 3), dua kalimat
bahasa Inggris yang sama, dibedakan melalui intonasi sehingga membedakan arti,
sebaliknya dalam bahasa Perancis digunakan dua unsur leksikon yang berbeda
untuk menjelaskan perbedaan arti tersebut.
4)
Vi
znajiti gdje magazin You
know where the shop is;
Vi
znajiti gdje magazine? Do
you know where the shop is?;
Pada kalimat 4), intonasi
membedakan kalimat pernyataan dan kalimat tanya dalam bahasa Rusia, sebaliknya
dalam bahasa Inggris diperlukan kata kerja bantu to do pada kalimat tanya.
Dari contoh –contoh di atas,
kita dapat melihat dengan jelas adanya perubahan dari tingkat fonologi ke
tingkat gramatika.
3.2 Kategori Gramatikal
Halliday (1961 : 247)
mengemukakan adanya 4 jenis kategori tata bahasa, yaitu unit, struktur, kelas,
dan sistem. Keempat kategori ini
bersifat universal, bersifat kesemestaan, semuanya dianggap penting dan dapat
dipakai sebagai dasar untuk mendeskripsikan suatu bahasa. Hanya keempat kategori itu sajalah yang
dibutuhkan, tidak lebih dan tidak kurang, seperti yang diungkapkan oleh
Halliday : “Karena bahasa memang seperti itu – karena keempat kategori
tersebut, dan tidak ada yang lainnya, yang diperlukan untuk
mempertanggungjawabkan serta menerangkan data : yaitu menjelaskan semua
pola-pola gramatikal yang muncul dengan generalisasi dari data”. Keempat kategori tersebut akan kita bicarakan
berikut ini.
UNIT
Unit-unit tata bahasa yang
termasuk ke dalam deskripsi bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lain yang
“berhubungan” dengan bahasa itu adalah : kalimat – klausa – frasa – kata –
morfem. Skala tersebut dilihat dari unit
yang “terbesar” sampai kepada yang “terkecil”, yang memperlihatkan bahwa setiap
unit mengandung satu atau lebih bagian dari unit yang ada di bawahnya. Kalimat terdiri dari klausa-klausa; klausa
terdiri dari frasa-frasa; frasa terdiri dari kata-kata; dan kata terdiri dari
morfem-morfem. Skala ini dinamakan
“skala tingkat”.
Seperti dalam linguistik
tradisional, dalam anakon tradisional pun unit-unit yang lebih besar daripada
kalimat tidak dianalisis atau dikomparasikan.
Satu kalimat dalam B1 akan selalu berhubungan dengan satu kalimat dalam
B2, berdasarkan prinsip 1 : 1 (satu berbanding satu). Akan tetapi, ada beberapa bahasa tertentu
yang lebih eksplisit daripada bahasa-bahasa lainnya. Misalnya:
(a)
The
pupil (who has fallen asleep) is Peter.
(b)
Der
eingeschlafene Schüller ist Peter.
Kalimat dalam bahasa Inggris
(a) terdiri dari dua klausa, sedangkan dalam bahasa Jerman (b) terdiri dari
satu klausa saja (jadi 2 : 1). Hubungan
yang demikian disebut “interlingual rank
shift” atau “perubahan tingkat antarbahasa”. Tentu saja perbandingan yang lebih kompleks
pun ada; misalnya antara bahasa Inggris dengan bahasa Rusia, seperti contoh
dalam bagan berikut ini :
Kalimat
|
Klausa
|
Frasa
|
Kata
|
Morfem
|
|
Ona docitala etu
knigu.
|
1
|
1
|
2
|
4
|
10
|
She has finishined
reading this book.
|
1
|
1
|
2
|
6
|
8
|
Dalam hal unit, kedua
kalimat tersebut di atas sama (isomorfis), karena kalimat, klausa, dan frasanya sama. Perbedaannya terletak pada jumlah kata (4:6),
dan jumlah morfemnya (10:8), seperti terlihat di bawah ini ;
a.
Bahasa Rusia : on/a/do/cita/l/a/et/u/knig/u = 10
b.
Bahasa Inggris : She/has/finish/ed/read/ing/this/book = 8
Struktur (Structure)
Banyak guru bahasa yang sudah sangat terbiasa dengan kategori struktur ini.
“Struktur adalah penataan unsur-unsur menurut tempatnya” (Halliday:255). Dalam bahasa
Inggris struktur unit “klausa” adalah: Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan.
Misalnya dalam kalimat:
‘The cat caught a mouse last night’
S P O K
|
Morfem-morfem yang merupakan unit terkecil pada tingkat gramatika, tidak
mempunyai struktur gramatikal: morfem terdiri dari unit-unit
fonologis. Pada tingkat fonologi dapat dikatakan bahwa kata-kata [strit] dan [ǽkta] mempunya struktur CCCVC
dan struktur VCCV masing-masing (C = Consonant; V = Vowel).
Secara tradisional CA
berfokus pada struktur kategori, dalam hal ini butir-butir unit yang
dapat/mungkin disusun menjadi klausa, frasa dan kata. Pernyataan-pernyataan
struktural CA yang khas sudah
terimplisit sebagimana contoh berikut:
My
father, who plays chess, is very patient. (English)
Muin
Vater, der Schach spielt, ist sehr geduldig (Germany)
Ayah
saya yang bermain catur itu sangat sabar (Indonesian)
|
Kelas
Terdapat
pembatasan-pembatasan tertentu yang memungkinkan unit-unit dapat beroperasi
pada tempat-tempat tertentu dalam struktur. Ada satu kelas unti frasa yang
dapat mengisi tempat predikat dalam klausa yang disebut frasa verba. Ada pula yang disebut dengan frasa adverbial, contoh ‘Thursday next’, ‘last Sunday’. Dalam bahasa Rusia, frasa preposisi yang menunjukkan
tempat dapat menduduki posisi ‘subjek’, namun tidak demikian dalam struktur
bahasa Inggris:
V Londone
tumano : London is foggy
|
Dalam bahasa Rusia, frase preposisional lokatif dapat menduduki posisi
‘subjek’, tetapi dalam bahasa Inggris tidak demikian. Jadi tidak dapat
dikatakan misalnya:
In London
is foggy
|
Sistem
Setiap bahasa memberi kesempatan kepada para penuturnya untuk ‘memilih’
dari perangkat dan unsur-unsurnya yang tidak ditentukan oleh tempat yang
diduduki unsur tersebut di dalam struktur itu. ‘Pilihan’ dalam hal ini adalah
“penyelesaian satu istilah tertentu pada satu tempat tertentu pada rangkaian
itu yang ternyata paling serasi dengan istilah lain yang mungkin ada di tempat
itu” (Muir, 1972:10). Sebagai contoh, kita harus menggunakan frasa kelas
nominal untuk mengisi tempat Subjek dalam klausa: tetapi tidak bebas memilih
antara frasa nominal tunggal atau jamak.
Kita mengenal adanya sistem kalimat, sistem klausa, frasa, sistem kata dan
sistem morfem. Dan pada tingkat atau unit klausa kita mengenal pula adanya mood, transitivity, theme, dan information (Muir, op. cit. 119).
Sistem mood menawarkan pilihan
antara bentuk indikatif dan imperatif, antara bentuk berita dan bentuk perintah
dan seterusnya. Hampir semua bahasa memiliki sistem mood: bahasa-bahasa
tersebut berbeda dalam bentuk eksponennya.
Transitivity memberi kemungkinan kepada penutur bahasa beralih dari
kalimat deklaratif ke kalimat interogatif, dari bentuk hormat ke bentuk yang
tidak hormat. Setiap bahasa mempunyai sistem penjamakan dan sistem kasus
tersendiri. Dalam bahasa Rusia, misalnya, terdapat 6 jenis kasus yaitu
nominatif, akusatif, instrumental, preposisional, genetif, dan datif (Bidwell,
1969:23).
Komentar
Posting Komentar